Jakarta: Arsitektur Kota dan Eksklusivitas

photo by JW Yeung on flickr.com


Dengan ini, saya menyatakan bahwa Q.Arch, blog saya yang berbahasa arsitektur, resmi ditutup. Tak usah kau cari ia. Toh sesekali ia akan muncul dalam cerita-cerita yang saya sampaikan di sini, karena saya sangat cinta ilmu arsitektur dan saya peduli akan kota tempat tinggal manusia. Tinggallah di sini barang sejenak, akan kuceritakan kepadamu lebih banyak lagi tentang kota; tentang kita...

***

Sekarang ini kalau menyalakan tv di hari libur, sering sekali melihat wajah Mbak Feni Rose dan si mbak-mbak marketing developer berwajah oriental itu sedang berjualan produk propertinya di Jakarta dan sekitarnya. Produknya macam-macam, dari mulai 'hunian eksklusif', 'apartemen eksklusif', 'sentra bisnis eksklusif', dan hal-hal eksklusif lainnya. Jargonnya selalu sama: eksklusif. Saya sampai heran, sejauh mana (atau sesempit mana?) mereka menarik batas eksklusivitas tersebut. Dunia properti bersentuhan erat dengan arsitektur, tetapi apakah arsitektur harus menjadi produk yang 'eksklusif'?

Padahal seperti yang Shakespeare bilang, 'What is the city, but the people?' (Coriolanus). Ketika mereka mereduksi pencapaian arsitektur pada eksklusivitas (baca: untuk kalangan tertentu), maka kota tersebut telah menjadi kota yang 'eksklusif'. Untuk kalangan terbatas. Jakarta, pada konteks ini, terlarang untuk orang miskin.

Padahal sejatinya arsitektur merupakan cerminan dari wajah kota. Wajah kota adalah seluruh komponen yang berinteraksi di dalamnya; orang kaya, orang miskin, pejabat pemerintahan, pemulung, guru, bankir, joki 3 in 1, sopir bus, anak kecil, orang dewasa, dll. Arsitektur kota seharusnya menjadi solusi atas permasalahan-permasalahan; bukannya memperkeruh permasalahan atau menjadi inti dari permasalahan itu sendiri.

Sekarang ini Jakarta bukanlah kota yang ramah bagi penghuninya. Arsitektur yang berjajar angkuh di dalamnya tidak memiliki andil banyak dalam menyelesaikan permasalahan yang dialami penduduk kota setiap harinya. Mal-mal yang banyak tersebar di kota Jakarta hanyalah memperlebar jurang antara si kaya dan si miskin, mengakomodasi 'the haves' tetapi secara tidak sadar mengintimidasi 'the have-nos' dan mendorong budaya hedonisme dan konsumerisme. Fasilitas-fasilitas umum seperti taman kota, pedestrian, terminal dan stasiun terlihat kumuh; tidak ada upaya pencerdasan untuk rakyat dari pemerintah kota. Belum lagi acaranya Mbak Feni Rose itu. Kita yang menontonnya jadi berpikir, seolah-olah semua orang Jakarta itu kaya-kaya dan mampu beli apartemen yang punya kolam renang di atap (hahaha, masuk angin kali ya?).

Singkatnya, Pemerintah Kota Jakarta punya pe-er yang sangat banyak. Permasalahan-permasalahan yang sejatinya bisa diselesaikan dengan arsitektur kota yang baik. Sayangnya, sepertinya belum ada itikad baik dari pemkot maupun pemprov DKI Jakarta; sementara dari pihak sang arsitek sendiri saat ini masih banyak yang terjepit di antara idealisme dan tuntutan dari klien. Akibatnya ya itu, arsitektur seolah merupakan disiplin ilmu yang eksklusif, hanya untuk mereka yang mampu bayar; padahal sebenarnya arsitektur adalah ilmu yang 'me-manusiakan manusia'. Mungkin arsitektur kota yang baik di Indonesia masih menjadi sebatas impian hingga saat ini.

Kalau kembali lagi ke Feni Rose dan Mbak berwajah oriental itu sih, yaa.. ngga bisa disalahin juga. Namanya juga jualan ya? Hehehehe...

Selamat Datang!

Ini adalah bagian kecil dari dunia saya, sepenggalan cerita. Setelah saya memutuskan bahwa Buon Giorno, Principessa! akan menjadi rumah bagi pikiran-pikiran yang tertuang dalam bahasa Inggris, saya merasa memerlukan ruang baru bagi celoteh-celoteh bahasa ibu yang kerap bising memenuhi benak ini. Maka, inilah dia. Cerita Principessa. Suatu ruang baru dalam kisah saya, Principessa. Ruang pikiran, yang (semoga) lebih bersahaja karena bahasanya lebih kau kenal untuk kau resapi maknanya.

Maka selamat datang! Tak perlulah terburu-buru pulang..

Daisypath Anniversary Years Ticker

Selamat Datang!

Ini adalah bagian kecil dari dunia saya, sepenggalan cerita. Setelah saya memutuskan bahwa Buon Giorno, Principessa! akan menjadi rumah bagi pikiran-pikiran yang tertuang dalam bahasa Inggris, saya merasa memerlukan ruang baru bagi celoteh-celoteh bahasa ibu yang kerap bising memenuhi benak ini. Maka, inilah dia. Cerita Principessa. Suatu ruang baru dalam kisah saya, yang suka dipanggil Principessa. Ruang pikiran, yang (semoga) lebih bersahaja karena bahasanya lebih kau kenal untuk kau resapi maknanya.

Maka selamat datang! Tak perlulah terburu-buru pulang..

Menyapa

Menyapa
Dalam ranah maya, sebut ia 'Principessa'. Di dunia nyata, ia hanya gadis kecil yg senang bercerita...

Yang disuka

Yang disuka
buku-buku

arsitektur

hot chocolate

sensasi kesendirian di kota asing

LOVE. don't we all? =)
Powered By Blogger

Para Pendatang