Persona

Sore ini saya bermobil melewati markas suatu partai politik di Jalan Riau, Bandung. Di halaman markas partai tersebut terpampang baligo besar dengan foto pendiri partai (sekaligus calon presiden, mungkin) dari partai tersebut. Lalu saya berpikir, politik di negara kita ini masih sangat besar sekali bersifat sangat ikonik, mengasosiasikan bahwa figur tersebut = identitas partai. Akibatnya kebanyakan pemilih malah tidak memahami landasan politik partai tersebut, dan akhirnya hanya memilih calon yang diusungnya. Atau mereka yang berusaha memahami perbedaan satu platform partai dengan partai yang lain malah menyimpulkan bahwa antara partai-partai tersebut tidaklah jauh berbeda dalam ideologi politik (kecuali yang jelas berbeda, seperti partai yang berazaskan agama).

Kalau begitu, kenapa tidak jadi satu partai saja?

Jelas emoh. Karena mereka mengusung figur yang mewakilinya tersebut. Lalu otak saya yang sesungguhnya naif akan politik ini menafsirkan, berarti ada yang salah. Karena politik seharusnya mengusung ideologi, bukan nama, bukan persona. Karena untuk apa mengkultuskan satu nama? Kita seharusnya memilih berdasarkan ide yang dibawanya.

Bandingkan saja dengan partai politik di Amerika. Ah, Amerika. Lagi-lagi dia. Yah, karena pengetahuan saya terbatas dan sejauh ini saya lihat Amerika Serikat adalah negara di mana sistem politik benar-benar mendominasi setiap ruang-ruang kehidupan warga negaranya, jadi saya akan membahas tentang dia. Ya, di Amerika, Partai Demokrat tidak sama dengan Barack Obama. Ia adalah nama yang dibawa pada pemilu yang lalu. Obama membawa semangat pembaruan dan ide-ide yang jauh bertentangan dengan pendahulunya. Mungkin dengan popularitasnya yang menurun di dalam negeri, ia tak akan terpilih kembali di pemilu mendatang, siapa tahu? Tp toh ia membawa angin segar dengan Healthcare Reform-nya. Tapi suatu hari nanti ketika Obama tak terpilih lagi, Partai Demokrat akan membawa nama lain, dengan ide-ide lain yang sejalan. Figur berganti, landasan politik tetap bertahan.

Sekarang coba renungkan. Tidak akan sulit mengasosiasi partai-partai politik yang ada di Indonesia dengan satu-dua nama. Bahkan ada satu partai yang jelas-jelas mengusung nama yang sama di setiap masa pemilihan. :D

Intinya adalah, ketika suatu partai politik hanya mengandalkan satu figur untuk 'menjual' dirinya di mata masyarakat, maka kemungkinan besar partai tersebut tidak mengusung suatu fondasi politik yang kokoh. Lalu ketika popularitas figur tersebut sudah berlalu, dan dengan sistem kaderisasi partai yang bobrok, akhirnya nama-nama yang telah populer di tengah masyarakat lah yang diusung. Walaupun nama-nama itu mungkin berotak kosong. Dan bahkan bila nama tersebut pernah menjual kondom (sebagai bonus album musiknya yang mungkin kurang laku :p).

Yang perlu diperbaiki partai politik kita saat ini (yah, di antaranya) adalah sistem kaderisasinya dari level paling bawah. Sehingga legislator benar-benar tahu siapa yang ia wakili. Sehingga pemilih benar-benar bisa menyaring figur-figur yang benar-benar berkualitas untuk mendapat sebutan 'Anggota Dewan yang Terhormat'. Sehingga ketika satu figur berlalu, partai tersebut tidak mati. Dan rakyat pun tidak akan menjadi skeptis karena yang muncul muka lama lagi, muka lama lagi.

Walaupun mungkin masih lama lagi kita bisa melihat realita tersebut di panggung politik negeri ini.

Hmm. Kalau begitu perkataan Winston Churchill di bawah ini kurang tepat menggambarkan politisi di negara kita:

Some men change their party for the sake of their principles; others their principles for the sake of their party. ~Winston Churchill


Karena jika di Indonesia, akan menjadi: 'some men change their party for the sake of them being elected.'

Daisypath Anniversary Years Ticker

Selamat Datang!

Ini adalah bagian kecil dari dunia saya, sepenggalan cerita. Setelah saya memutuskan bahwa Buon Giorno, Principessa! akan menjadi rumah bagi pikiran-pikiran yang tertuang dalam bahasa Inggris, saya merasa memerlukan ruang baru bagi celoteh-celoteh bahasa ibu yang kerap bising memenuhi benak ini. Maka, inilah dia. Cerita Principessa. Suatu ruang baru dalam kisah saya, yang suka dipanggil Principessa. Ruang pikiran, yang (semoga) lebih bersahaja karena bahasanya lebih kau kenal untuk kau resapi maknanya.

Maka selamat datang! Tak perlulah terburu-buru pulang..

Menyapa

Menyapa
Dalam ranah maya, sebut ia 'Principessa'. Di dunia nyata, ia hanya gadis kecil yg senang bercerita...

Yang disuka

Yang disuka
buku-buku

arsitektur

hot chocolate

sensasi kesendirian di kota asing

LOVE. don't we all? =)
Powered By Blogger

Para Pendatang